Langsung ke konten utama

Guru dan Dekadensi Moral Peserta Didik

Perkembamgan teknologi komunikasi yang kian pesat dewasa ini ternyata tidak hanya membawa efek positif tetapi juga memberikan dampak negatif bagi manusia dari berbagai aspek kehidupannya. Dampak negatif ini tentu saja tidak hanya menyerang orangtua melainkan juga menyasar para peserta didik tingkat sekolah dasar dan menengah.  Ada begitu banyak pemberitaan media yang menyoroti tentang perilaku peserta didik usia sekolah yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya, terhadap guru bahkan terhadap orangtuanya sendiri. Selain itu, Aksi tawuran antarpelajar, geng motor, bully, perudungan, pelecehan, hamil di luar nikah serta perbuatan tercelah lainya yang masih marak terjadi. Perilaku seperti ini merupakan contoh dari dekadensi moral, artinya ada kemerosotan moral atau perilaku. Dalam konteks ini, peserta didik seakan tidak lagi sanggup membedakan mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang semestinya dihindari.  Situasi ini tentu saja menggelitik nurtani par...

Guru dan Dekadensi Moral Peserta Didik

Perkembamgan teknologi komunikasi yang kian pesat dewasa ini ternyata tidak hanya membawa efek positif tetapi juga memberikan dampak negatif bagi manusia dari berbagai aspek kehidupannya. Dampak negatif ini tentu saja tidak hanya menyerang orangtua melainkan juga menyasar para peserta didik tingkat sekolah dasar dan menengah. 

Ada begitu banyak pemberitaan media yang menyoroti tentang perilaku peserta didik usia sekolah yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya, terhadap guru bahkan terhadap orangtuanya sendiri. Selain itu, Aksi tawuran antarpelajar, geng motor, bully, perudungan, pelecehan, hamil di luar nikah serta perbuatan tercelah lainya yang masih marak terjadi. Perilaku seperti ini merupakan contoh dari dekadensi moral, artinya ada kemerosotan moral atau perilaku. Dalam konteks ini, peserta didik seakan tidak lagi sanggup membedakan mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang semestinya dihindari. 

Situasi ini tentu saja menggelitik nurtani para guru dan juga pemerhati pendidikan. Pertanyaan pokok yang mesti dijawab adalah bagaimana peran guru atau pendidik dalam menghadapi dekadensi moral para peserta didiknya? Pertanyaan ini  sama sekali tidak bermaksud untuk menyerahkan tanggung jawab pendidikan hanya kepada guru semata melainkan sebagai sebuah daya dorong bagi guru untuk tetap profesional dalam tugas dan kewajibannya.

Gambar dari pexels.com

Menurut UU No 14 Tahun 2005 yang berbicara tentang Guru dan Dosen dijelaskan secara rinci bahwa tugas guru meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal usia dini, dasar, dan menengah. Guru juga berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan. Undang-indang ini sesungguhnya mengisyaratkan tentang tugas mulia seorang guru. Namun perlu disadari bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, guru sering menemui aneka persoalan di tingkat Satuan Pendidikan.

Guru dalam Situasi Dilematis

Menjalankan tugas dan kewajiban secara baik dan benar ternyata bukanlah perkaara yang gampang. Ketika guru ingin menerapkan tingkat disiplin yang ketat secara konsekwen, guru dibenci atau tidak disukai oleh muridnya. Bahkan ada guru yang tersandung kasus hukum karena dilaporkan kepada pihak berwajib oleh orangtua murid. Undang-undang perlindungan anak seakan menjadi perisai pelindung peserta didik sekaligus menjadi senjata ampuh untuk menjerat guru. 

Saat guru tidak mendisiplinkan muridnya, guru akan dicap sebagai guru yang malas membimbing bahkan ujung-ujungnya guru itu tidak dihargai dan diremehkan oleh muridnya. Namun ketika guru menerapkan disiplin yang ketat dengan dalih untuk kebaikan murid, guru  malah ditakuti dan membuat murid tidak nyaman sehingga guru dihormati bukan karena kebaikannya tetapi karena perasaan takut yang pada ujungnya menciptakan kebencian kepada guru. Sehingga tidaklah mengherankan jika ada murid yang berani adu jotos dengan gurunya. 

Kenyataan ini menciptakan situasi dilematis untuk guru. Guru menjadi pihak yang serba salah, antara mau mendisiplinkan anak secara ketat dengan konsekweinsi seperti yang dikemukakan di atas, ataukah harus membiarkan murid hidup dalam arus yang sulit diatur. Situasi dilematis ini sesungguhnya mencerminkan kebingungan guru dalam mengimplementasikan tugas dan kewajiban profesinya.

Apa yang Harus Dilakukan Guru?

Berhadapan dengan kenyataan yang dipaparkan di atas, guru sejatinya harus keluar dari penjara dilema yang menimpah dirinya. Prinsip dasar yang harus dibentuk ialah membangun lapisan kesadaran dalam diri guru. Artinya, guru harus memposisikan diri sebagai pribadi atau figur yang diguguh dan ditiru oleh muridnya. Dalam konteks ini guru menjadi role model atau sebagai teladan yang baik bagi peserta didiknya. Ia mesti menampilkan sikap, perilaku atau tindakan serta nilai-nilai moral yang mumpuni dalam kehidupan sehari-harinya. Kekerasan secara fisik maupun verbal tentu bukan lagi opsi yang elegan di tengah dunia sekarang ini.

Dewasa ini yang paling dibutuhkan adalah teladan hidup yang baik dari guru. Teladan hidup ini dalam bentuk tutur kata yang santun, sikap ramah terhadap semua anak tanpa pilih kasih, sopan santun serta bertanggung jawab penuh dalam mengajar dan mendidik peserta didiknya. Fakta menunjukkan bahwa keteladanan guru memberikan dampak yang kuat bagi peserta didik. Hal ini disebabkan karena para murid memiliki kecenderungan untuk meniru tokoh atau figur yang mereka hormati.

Selain itu dalam aktivitas pembelajaran di dalam kelas, guru tidak hanya sekedar membagikan atau mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi lenih dari itu guru harus sanggup menanamkan  nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, jujur, memiliki rasa empati terhadap orang lain serta semangat toleransi.

Satu hal lagi yang tidak kala pentingnya adalah guru harus memiliki kesadaran bahwa ia bukanlah pribadi yang paling sempurna. Artinya guru bukanlah tokoh yang hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Guru haruslah berkolaborasi dengan teman sejawat tentang bagaimana menyikapi peserta didik yang nakal atau bandel. Kolaborasi ini memberikan pesan akan soliditas para guru yang selalu siap berbagi praktik baik di lingkungan sekolah.

Selain kolaborasi dengan teman sejawat, guru juga mesti membangun sinergisitas dengan para orangtua atau wali peserta didik serta tokoh masyarakat. Hal ini akan menciptakan sebuah lingkungan pendidikan yang kondusif secara moral. Dalam hal ini nilai-nilai moral yang diajarkan di sekolah bisa diterapkan dalam lungkungan keluarga dan masyarakat dan hal ini bisa dipantau secara langsung oleh orangtua atau pun tokoh masyarakat.

Catatan Akhir

Artikel sederhan ini tentu saja tidak memberikan suatu pembahasan yang lebih mendalam terkait peran guru dalam menghadapi kemerosotan moral peserta didik. Meski demikian, penulis berharap agar tulisan singkat ini bisa menginspirasi para guru untuk tidak lelah memberikan yang terbaik lewat teladan hidup, kolaborasi dan sinergisitas dengan pihak terkait guna menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak dan moral yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP Agama Katolik Kelas 1 dan 2 (Fase A) Semester Ganjil

Menuyusun perangkat pembelajaran merupakan salah satu tugas pokok seorang guru. Perangkat pembelajaran disiapkan oleh guru sebelum melakukan aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Dalam Kurikulum Merdeka (kumer),  perangkat pembelajaran mencakup Program Tahunan (prota), Program Semester (promes), Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Juga Modul Ajar.  RPP dan modul ajar memiliki kesamaan yakni sebagai panduan bagi guru dan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran. Perbedaannya ialah modul ajar lebih lengkap sehingga bisa juga dibagikan kepada siswa untuk pembelajaran secara mandiri. Sedangkan RPP hanya berisi panduan bagi guru untuk mengajar di dalam kelas sehingga tidak bisa dibagikan kepada siswa. Pada kesempatan ini akan dibagikan salah satu contoh RPP Pendidikan Agama Katolik untuk kelas 1 dan 2 (fase A). RPP yang dibagikan ini adalah RPP sepanjang semester ganjil. RPP ini telah...

RPP Agama Katolik Kelas VII dan VIII Semester Ganjil Kurikulum Merdeka

Menurut Permendikbud No.  22  Tahun  2016 tentang standar proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dimengerti sebagai rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu atau lebih pertemuan.  RPP dikembangkan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran. Penyusunan RPP bukan hanya sekedar urusan persiapan administratif seperti yang diyakini sebagian guru, melainkan kegiatan yang melekat pada pembelajaran sebagai sebuah  proses.  Dalam  sudut pandang manajemen,  kegiatan  perencanaan  selalu mendahului kegiatan pencapaian tujuan. Penyusunan dan pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara individu maupun dalam kelompok MGMP dan KKG. Photo Anastasia  Shuraeva dari pexels.com Seiring berjalannya waktu, kurikulum pendidikan berubah dari kurikulum 13 berubah menjadi kurikulum merdeka. Dalam kurikulum merdeka dikenal adanya modul ajar dan juga RPP. Modul ajar merupakan suatu perangkat ajar ...

Bisikan Pendidikan dan Jejak-jejak Mimpi

Mei kembali menyapa semesta. Begitu lembut. Ia datang bersama hujan di sela-sela angin. Memberi jatah bagi bulir padi yang tumbuh pada tanah retak akibat panas. Membantu tumbuh tunas baru pada pohon-pohon. Memulihkan luka bunga-bunga liar di padang Savana akibat gigitan hewan. Juga penyejuk bagi jiwa-jiwa manusia yang kemarau. Kring! Kring! kring! Alarm ponsel genggamku bergetar hebat tepat disebelah kanan kupingku. Tubuhku begitu sulit digerakkan. Berat. Pelan-pelana kumemaksa mataku terbuka.Cukup lama hingga mataku menangkap cahaya sang surya yang menembus celahjendela.Akubenar-benar kesiangan. Rupanya hujan semalam benar-benar membawaku pada lelap berkepanjangan. Aku bergegas membersihkan tubuhku. Memakai seragam dan sepatu. Lalu mengambil selendang motif berwarna merah darah yang telah kusiapkan dari semalam di atas meja. Setelah semua beres, aku berlari kecil menuju dapur. Aku mendapati ibu duduk di pinggir tungku api. Tangannya sibuk mengaduk makanan yang menguap dari mulut panci...