Perkembamgan teknologi komunikasi yang kian pesat dewasa ini ternyata tidak hanya membawa efek positif tetapi juga memberikan dampak negatif bagi manusia dari berbagai aspek kehidupannya. Dampak negatif ini tentu saja tidak hanya menyerang orangtua melainkan juga menyasar para peserta didik tingkat sekolah dasar dan menengah.
Ada begitu banyak pemberitaan media yang menyoroti tentang perilaku peserta didik usia sekolah yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya, terhadap guru bahkan terhadap orangtuanya sendiri. Selain itu, Aksi tawuran antarpelajar, geng motor, bully, perudungan, pelecehan, hamil di luar nikah serta perbuatan tercelah lainya yang masih marak terjadi. Perilaku seperti ini merupakan contoh dari dekadensi moral, artinya ada kemerosotan moral atau perilaku. Dalam konteks ini, peserta didik seakan tidak lagi sanggup membedakan mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang semestinya dihindari.
Situasi ini tentu saja menggelitik nurtani para guru dan juga pemerhati pendidikan. Pertanyaan pokok yang mesti dijawab adalah bagaimana peran guru atau pendidik dalam menghadapi dekadensi moral para peserta didiknya? Pertanyaan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menyerahkan tanggung jawab pendidikan hanya kepada guru semata melainkan sebagai sebuah daya dorong bagi guru untuk tetap profesional dalam tugas dan kewajibannya.
![]() |
Gambar dari pexels.com |
Menurut UU No 14 Tahun 2005 yang berbicara tentang Guru dan Dosen dijelaskan secara rinci bahwa tugas guru meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal usia dini, dasar, dan menengah. Guru juga berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan. Undang-indang ini sesungguhnya mengisyaratkan tentang tugas mulia seorang guru. Namun perlu disadari bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, guru sering menemui aneka persoalan di tingkat Satuan Pendidikan.
Guru dalam Situasi Dilematis
Menjalankan tugas dan kewajiban secara baik dan benar ternyata bukanlah perkaara yang gampang. Ketika guru ingin menerapkan tingkat disiplin yang ketat secara konsekwen, guru dibenci atau tidak disukai oleh muridnya. Bahkan ada guru yang tersandung kasus hukum karena dilaporkan kepada pihak berwajib oleh orangtua murid. Undang-undang perlindungan anak seakan menjadi perisai pelindung peserta didik sekaligus menjadi senjata ampuh untuk menjerat guru.
Saat guru tidak mendisiplinkan muridnya, guru akan dicap sebagai guru yang malas membimbing bahkan ujung-ujungnya guru itu tidak dihargai dan diremehkan oleh muridnya. Namun ketika guru menerapkan disiplin yang ketat dengan dalih untuk kebaikan murid, guru malah ditakuti dan membuat murid tidak nyaman sehingga guru dihormati bukan karena kebaikannya tetapi karena perasaan takut yang pada ujungnya menciptakan kebencian kepada guru. Sehingga tidaklah mengherankan jika ada murid yang berani adu jotos dengan gurunya.
Kenyataan ini menciptakan situasi dilematis untuk guru. Guru menjadi pihak yang serba salah, antara mau mendisiplinkan anak secara ketat dengan konsekweinsi seperti yang dikemukakan di atas, ataukah harus membiarkan murid hidup dalam arus yang sulit diatur. Situasi dilematis ini sesungguhnya mencerminkan kebingungan guru dalam mengimplementasikan tugas dan kewajiban profesinya.
Apa yang Harus Dilakukan Guru?
Berhadapan dengan kenyataan yang dipaparkan di atas, guru sejatinya harus keluar dari penjara dilema yang menimpah dirinya. Prinsip dasar yang harus dibentuk ialah membangun lapisan kesadaran dalam diri guru. Artinya, guru harus memposisikan diri sebagai pribadi atau figur yang diguguh dan ditiru oleh muridnya. Dalam konteks ini guru menjadi role model atau sebagai teladan yang baik bagi peserta didiknya. Ia mesti menampilkan sikap, perilaku atau tindakan serta nilai-nilai moral yang mumpuni dalam kehidupan sehari-harinya. Kekerasan secara fisik maupun verbal tentu bukan lagi opsi yang elegan di tengah dunia sekarang ini.
Dewasa ini yang paling dibutuhkan adalah teladan hidup yang baik dari guru. Teladan hidup ini dalam bentuk tutur kata yang santun, sikap ramah terhadap semua anak tanpa pilih kasih, sopan santun serta bertanggung jawab penuh dalam mengajar dan mendidik peserta didiknya. Fakta menunjukkan bahwa keteladanan guru memberikan dampak yang kuat bagi peserta didik. Hal ini disebabkan karena para murid memiliki kecenderungan untuk meniru tokoh atau figur yang mereka hormati.
Selain itu dalam aktivitas pembelajaran di dalam kelas, guru tidak hanya sekedar membagikan atau mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi lenih dari itu guru harus sanggup menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, jujur, memiliki rasa empati terhadap orang lain serta semangat toleransi.
Satu hal lagi yang tidak kala pentingnya adalah guru harus memiliki kesadaran bahwa ia bukanlah pribadi yang paling sempurna. Artinya guru bukanlah tokoh yang hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Guru haruslah berkolaborasi dengan teman sejawat tentang bagaimana menyikapi peserta didik yang nakal atau bandel. Kolaborasi ini memberikan pesan akan soliditas para guru yang selalu siap berbagi praktik baik di lingkungan sekolah.
Selain kolaborasi dengan teman sejawat, guru juga mesti membangun sinergisitas dengan para orangtua atau wali peserta didik serta tokoh masyarakat. Hal ini akan menciptakan sebuah lingkungan pendidikan yang kondusif secara moral. Dalam hal ini nilai-nilai moral yang diajarkan di sekolah bisa diterapkan dalam lungkungan keluarga dan masyarakat dan hal ini bisa dipantau secara langsung oleh orangtua atau pun tokoh masyarakat.
Catatan Akhir
Artikel sederhan ini tentu saja tidak memberikan suatu pembahasan yang lebih mendalam terkait peran guru dalam menghadapi kemerosotan moral peserta didik. Meski demikian, penulis berharap agar tulisan singkat ini bisa menginspirasi para guru untuk tidak lelah memberikan yang terbaik lewat teladan hidup, kolaborasi dan sinergisitas dengan pihak terkait guna menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak dan moral yang baik.
Komentar
Posting Komentar