body { font-family: "Poppins", poppins-fallback, poppins-fallback-android, sans-serif; } /* Poppins font metrics: - ascent = 1050 - descent = 350 - line-gap = 100 - UPM: 1000 AvgCharWidth: - Poppins: 538.0103768 - Arial: 884.1438804 - Roboto: 969.0502537 */ @font-face { font-family: poppins-fallback; src: local("Arial"); size-adjust: 60.85099821%; ascent-override: 164.3358416%; descent-override: 57.51754455%; line-gap-override: 16.43358416%; } @font-face { font-family: poppins-fallback-android; src: local("Roboto"); size-adjust: 55.5193474%: ascent-override: 180.1173909%; descent-override: 63.04108683%; line-gap-override: 18.01173909%; }
zmedia

Menjadi Pekerja yang Diutus Tuhan (Renungan Harian Katolik Minggu 06 Juli 2025)

Minggu Biasa XIV Thn. C
Bacaan 1 Yes 66: 10-14c 
Bacaan 2 Gal 6: 14-18
Bacaan Injil Luk 10: 1-9

Renungan Untuk Pembina Umat dan Guru Agama Katolik

Injil hari ini, dari Lukas 10:1-9, menampilkan salah satu momen penting dalam pelayanan Yesus: pengutusan tujuh puluh murid yang lain. Ini adalah sebuah panggilan dan perutusan, di mana Yesus secara sadar mengutus para murid-Nya ke tempat-tempat yang akan Ia datangi. Ia tidak mengutus mereka dengan kemewahan atau jaminan duniawi, tetapi dengan semangat kesederhanaan, kerendahan hati, dan damai.

Sebagai pembina umat dan guru agama Katolik, kita adalah bagian dari mereka yang telah diutus. Kita diutus bukan atas nama kita sendiri, tetapi atas nama Yesus Kristus dan demi Kerajaan Allah. Renungan ini mengajak kita semua untuk kembali menyadari makna panggilan dan perutusan kita dalam terang sabda Tuhan hari ini. Ada lima (5) poin penting untuk kita renungkan bersama:

Pertemuan Pembina Umat dan Guru Agama Katolik di Paroki St. Andreas Ngallu
Pertemuan PUGA (Pembina Umat dan Guru Agama)
Paroki St. Andrreas Ngallu, Sumba Timur, NTT

Pertama, "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit" (Luk 10:2)

Yesus memulai pengutusan itu dengan sebuah pernyataan yang penuh realitas: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.” Ini bukan sekadar keluhan, tetapi sebuah panggilan mendesak. Dunia haus akan pewartaan Injil, akan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tapi sayangnya, tidak banyak yang siap atau bersedia menjadi pekerja di ladang Tuhan.

Sebagai pembina umat dan guru agama, kita adalah bagian dari kelompok kecil pekerja itu. Kita bukan hanya mengajar atau memfasilitasi kegiatan, tetapi juga menjadi wakil Allah yang membawa Kabar Baik kepada mereka yang lapar akan kasih, pengharapan, dan iman.

Tugas ini tidak mudah, dan terkadang terasa berat. Namun kita harus sadar, kita tidak bekerja sendirian. Tuhan yang memanggil, Tuhan juga yang akan menyertai dan memperlengkapi kita.

Kedua, "Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala" (Luk 10:3)

Yesus tidak memberikan gambaran romantis tentang pelayanan. Ia langsung berkata jujur bahwa para murid diutus seperti domba di tengah serigala. Ini adalah simbol bahwa pelayanan akan menghadapi tantangan, bahkan penolakan.

Kita yang menjadi pembina umat sering kali berada di tengah komunitas yang beragam dari yang aktif sampai yang acuh tak acuh. Kita berhadapan dengan umat yang punya luka batin, konflik internal, bahkan kadang sinisme terhadap Gereja. Guru agama pun menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan: kurikulum yang padat, siswa yang kurang berminat, tekanan administratif, dan lingkungan yang sekular.

Namun justru di sanalah nilai dari pelayanan kita. Kita hadir bukan karena kita kuat, tapi karena kita diutus. Kita adalah domba yang tetap setia berjalan karena tahu bahwa Gembala Agung, yaitu Kristus sendiri, selalu menjaga dan membimbing kita.

Ketiga, "Jangan membawa pundi-pundi, bekal atau kasut" (Luk 10:4)

Yesus memberi perintah untuk tidak membawa banyak barang. Apa maksudnya? Ini bukan soal benar-benar tidak membawa apa pun secara harfiah, tetapi lebih kepada mengandalkan penyelenggaraan ilahi. Kita diajak hidup dalam kesederhanaan, tidak terikat oleh beban duniawi, dan tidak menggantungkan pelayanan kita pada kekuatan material.

Sebagai pembina umat, kita sering tergoda mengandalkan program, dana, atau fasilitas. Sebagai guru agama, kita mungkin tergoda mengandalkan kecakapan mengajar atau metode pedagogis. Tapi Injil hari ini mengingatkan kita, bahwa kekuatan sejati dalam pelayanan bukan berasal dari apa yang kita punya, tapi dari siapa yang menyertai kita. Tugas kita bukan menjadi sempurna di mata manusia, tapi menjadi setia di mata Tuhan.

Keempat. "Apabila kamu masuk ke suatu rumah, katakanlah lebih dahulu, Damai sejahtera bagi rumah ini" (Luk 10:5)

Yesus mengutus para murid untuk menjadi pembawa damai. Ini adalah kunci dari perutusan kita. Di mana pun kita diutus di kelas, di lingkungan umat, di tengah keluarga, atau masyarakat kita membawa damai Kristus.

Kata “damai” di sini bukan sekadar tidak ada konflik. Damai adalah keutuhan hidup, harmoni antara manusia dan Tuhan, antara manusia dan sesama, antara manusia dan dirinya sendiri. Dalam konteks pembinaan umat, kita dipanggil bukan untuk sekadar “mengatur kegiatan”, tetapi menghadirkan kehadiran Allah yang membawa damai. Guru agama pun tidak hanya menyampaikan doktrin, tapi menanamkan nilai Kristiani yang membentuk karakter dan hati anak-anak.

Kelima, "Sembuhkan orang-orang sakit dan katakan kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu" (Luk 10:9)

Pelayanan yang sejati selalu menyentuh yang terluka. Yesus memerintahkan para murid untuk menyembuhkan, karena pewartaan Injil selalu berkaitan dengan pemulihan hidup.

Sebagai pembina umat dan guru agama, kita tidak hanya bekerja dalam tataran konsep, tapi terlibat langsung dengan jiwa-jiwa yang sedang mencari makna. Kita bertemu dengan umat yang terluka oleh pengalaman hidup, anak-anak yang bingung menghadapi jati dirinya, atau keluarga yang retak karena konflik.

Tugas kita adalah membawa mereka kepada Yesus, Sang Penyembuh. Melalui sapaan, doa, pendampingan, dan kesaksian hidup, kita menjadi saluran penyembuhan Allah. Kita bukan penyembuhnya, tetapi perpanjangan tangan dari Sang Tabib Agung.

Akhirnya, Penginjil Lukas 10:1-9, memperlihatkan kepada kita betapa besarnya harapan Yesus kepada para muridNya. Ia mengutus mereka bukan sebagai wakil institusi, tetapi sebagai tanda nyata kehadiran Kerajaan Allah. Hari ini, kita pun diutus dalam semangat yang sama.

Sebagai pembina umat dan guru agama, kita dipanggil untuk menjadi pewarta, bukan hanya pengajar. Menjadi pembawa damai, bukan sekadar pelaksana program. Menjadi saksi, bukan hanya pelayan teknis. Menjadi tanda kehadiran Allah, bukan sekadar bagian dari organisasi Gereja.

Tugas kita memang tidak mudah. Tapi kita tidak berjalan sendirian. Kita disertai oleh Roh Kudus, dan kita saling menopang dalam tubuh Kristus. Mari terus melangkah dengan setia, rendah hati, dan penuh harapan. Tuaian memang banyak. Mari kita menjadi pekerja yang siap diutus olehNya.

Doa:

Tuhan Yesus, terima kasih atas panggilan-Mu yang mulia. Kami sadar akan kelemahan dan keterbatasan kami. Tapi kami juga percaya pada kekuatan rahmatMu. Bimbinglah kami agar dapat melayani dengan tulus, menjadi pembawa damai, dan menghadirkan KerajaanMu dalam kehidupan umat dan para murid yang kami damping. Amin. 

Posting Komentar untuk "Menjadi Pekerja yang Diutus Tuhan (Renungan Harian Katolik Minggu 06 Juli 2025)"