Manusia adalah makhluk multidimensi yang memiliki akal budi serta kehendak bebas. Hal inilah yang membedakan manusia itu berbeda dengan ciptaan lainnya. Dalam pandangan Gereja Katolik, manusia bukan sekadar makhluk hidup di antara ciptaan lainnya. Ia adalah pribadi yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei).
Keunikan manusia terletak tidak hanya pada aspek biologis atau intelektualnya, melainkan pada realitas terdalam dirinya sebagai makhluk spiritual, relasional, dan sosial. Secara spiritual manusia dipanggil untuk membangun keintiman hidup dalam persatuan dengan Allah sebagai Penciptanya. Dan, secara relasional dan sosial keberadaannya ditandai sebagai ada bersama orang lain atau sesamanya.
Dasar Teologis Keunikan Manusia
Kitab Kejadian menyatakan: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Pernyataan ini menjadi fondasi dari ajaran Gereja Katolik mengenai martabat manusia. Menjadi gambar Allah berarti bahwa manusia mempunyai akal budi, kehendak bebas, dan kemampuan untuk mencintai. Keunikan manusia bersumber dari kemampuan untuk mengenal Sang Pencipta dan merespons kasih-Nya secara bebas.
![]() |
Guru dan peserta didik SMAN 1 Pahungan Lodu foto: Yasintus Ariman dari pexels.com |
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menegaskan bahwa setiap pribadi manusia diciptakan secara unik dan tak tergantikan. Dalam KGK 357 disebutkan:
“Karena ia diciptakan menurut citra Allah, manusia mempunyai martabat pribadi; ia bukan sekadar sesuatu, melainkan seseorang. Ia mampu mengenal dan mencintai Penciptanya; ia dipanggil untuk hidup dalam persatuan dengan Allah ...”
Pandangan ini sekaligus menolak segala bentuk reduksi atau perendahan terhadap martabat manusia. Manusia tidak dapat diperlakukan hanya sebagai sarana atau alat. Dalam Gaudium et Spes, Konsili Vatikan II menyatakan: “Manusia, satu-satunya makhluk di dunia yang dikehendaki Allah demi dirinya sendiri, tidak dapat menemukan dirinya sepenuhnya selain melalui pemberian dirinya dengan sepenuh hati.” (GS 24).
Pernyataan ini menyiratkan bahwa manusia hanya dapat menemukan makna hidupnya ketika ia hidup dalam relasi kasih, memberi diri bagi Allah dan sesama. Dalam konteks ini, keunikan manusia tidak dapat disamakan atau dipersamakan secara mutlak satu dengan yang lain. Setiap individu memiliki peran, panggilan, dan jalan kekudusan yang berbeda, sesuai kehendak Allah.
Dalam kehidupan Gereja, keunikan setiap pribadi menjadi bagian dari satu kesatuan yang lebih besar, yakni Tubuh Kristus. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12 menggambarkan bahwa seperti tubuh yang terdiri dari banyak anggota, demikian pula Gereja terdiri dari banyak pribadi dengan karunia yang berbeda-beda. Tiada satu pun anggota yang lebih penting atau lebih rendah dari yang lain. Justru perbedaan dan keragaman inilah yang menyempurnakan kesatuan.
Pandangan ini membantu umat beriman untuk menerima dan menghargai perbedaan: dalam talenta, karakter, latar belakang sosial-budaya, maupun cara menghayati iman. Gereja mengajak umatnya untuk mengenali keunikan masing-masing pribadi sebagai anugerah dari Allah, bukan sebagai ancaman atau penyebab perpecahan.
Kebebasan dan Tanggung Jawab Pribadi
Ajaran Katolik menekankan bahwa sebagai pribadi yang berakal budi dan berkehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan hidupnya. Namun kebebasan ini bukan berarti kebebasan absolut tanpa arah. Kebebasan manusia selalu diiringi dengan tanggung jawab moral terhadap Allah, diri sendiri, sesama, dan dunia ciptaan.
KGK 1731 menyatakan: “Kebebasan adalah kuasa, yang dimiliki oleh manusia, untuk bertindak atau tidak bertindak, melakukan ini atau itu, dan dengan demikian sendiri melaksanakan tindakan-tindakannya yang sadar.” Dengan demikian, keunikan manusia juga tampak dalam cara ia menggunakan kebebasan untuk menjawab panggilan hidupnya secara pribadi.
Setiap orang juga dipanggil pada kekudusan. Namun jalan menuju kekudusan itu tidak seragam. Seorang ibu rumah tangga, guru, biarawan, dokter, petani, atau pelajar semuanya memiliki cara masing-masing dalam menjawab panggilan Allah. Dalam Lumen Gentium 11 dan 40, Konsili Vatikan II menekankan bahwa semua orang beriman dipanggil menuju kekudusan, dan bahwa kesempurnaan hidup Kristen dapat dicapai oleh semua orang, apa pun status hidup mereka.
Keunikan manusia dalam perspektif iman Katolik juga tampak dalam cara seseorang menanggapi rahmat Allah. Ada yang melalui doa, penderitaan, karya sosial, pelayanan pastoral, atau kesetiaan dalam hal-hal kecil. Tak ada satu jalan kekudusan yang “lebih tinggi” dari yang lain, karena semua merupakan jalan kasih yang mengarah pada Allah.
Menjaga Martabat Orang Lain
Mengakui bahwa setiap manusia itu unik berarti juga menghormati martabat orang lain. Diskriminasi, kekerasan, penindasan, atau pelecehan dalam bentuk apa pun bertentangan dengan ajaran Gereja tentang pribadi manusia. Paus Fransiskus dalam ensiklik Fratelli Tutti menekankan bahwa semua manusia adalah saudara dan saudari, dan bahwa relasi kita satu sama lain harus dibangun atas dasar kasih, pengampunan, dan penghormatan.
Dalam konteks masyarakat modern, ajaran ini menjadi sangat relevan: saat banyak orang dilihat hanya dari status sosial, kemampuan ekonomi, atau produktivitasnya, Gereja hadir sebagai suara kenabian yang mengingatkan bahwa setiap pribadi adalah anugerah yang tak ternilai.
Gereja Katolik mendorong pengembangan diri sebagai bagian dari tanggung jawab pribadi dan sosial. Pendidikan bukan hanya soal pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan hati nurani, nilai, dan karakter. Orang tua, guru, dan pembina umat dipanggil untuk menolong setiap individu terutama anak dan remaja untuk menemukan jati dirinya yang sejati, mengenal panggilan hidupnya, dan bertumbuh sesuai dengan rencana Allah atas dirinya.
Dengan demikian, tugas Gereja dan lembaga pendidikan Katolik adalah mendampingi pertumbuhan pribadi manusia secara utuh: jasmani, rohani, moral, sosial, dan religius.
Catatan Akhir
Manusia dalam pandangan Gereja Katolik adalah pribadi yang unik karena diciptakan menurut gambar Allah. Keunikan itu tidak hanya terletak pada keistimewaan biologis atau psikologis, tetapi terutama pada realitas spiritualnya: mampu mengenal, mencintai, dan menjawab Allah. Setiap manusia memiliki martabat, kebebasan, tanggung jawab, dan panggilan yang khas dalam hidup.
Gereja Katolik mengajak setiap pribadi untuk mengenali keunikan dirinya sebagai karunia dan menggunakannya untuk melayani Allah dan sesama. Dengan demikian, keunikan pribadi bukan alasan untuk egoisme, melainkan kesempatan untuk menjadi saluran kasih Allah di dunia ini.
Posting Komentar untuk "Keunikan Manusia dalam Perspektif Ajaran Gereja Katolik"