Gereja Katolik tidak hanya dipahami sebagai sebuah lembaga atau struktur organisasi keagamaan, tetapi sebagai Umat Allah yang hidup, yang dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dan misi di tengah dunia.
Pemahaman ini berasal dari ajaran Konsili Vatikan II, khususnya dalam dokumen Lumen Gentium, yang menekankan dimensi teologis dan pastoral Gereja. Gereja bukan hanya tempat ibadah atau kumpulan aturan, tetapi sebuah komunitas iman yang terbuka, bersifat misioner, dan berakar dalam kasih Kristus.
Melalui tulisan ini, penulis hendak rnembahas pemahaman tentang Gereja sebagai Umat Allah dan persekutuan terbuka, serta bagaimana konsep ini diterapkan dalam kehidupan nyata umat Katolik. Kita akan melihat dasar biblis, ajaran Magisterium, serta tantangan dan panggilan Gereja di dunia rnodern.
![]() |
Gambar Therese Huyen dari pexels.com |
A. Gereja sebagai Umat Allah: Dasar Biblis dan Teologis
1. Dasar Biblis
Istilah "Umat Allah" (People of God) memiliki akar yang kuat dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel dipanggil sebagai "umat kesayangan" (UI 7:6) dan "umat pilihan" yang dituntun oleh Tuhan untuk menjadi kudus, taat, dan bersaksi di tengah bangsa-bangsa.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus rnembuka pintu keselamatan bagi semua bangsa. Gereja yang didirikan-Nya bukan hanya kelanjutan dari Israel, tetapi menjadi Umat Allah yang baru, terdiri dari orang orang dari segala suku, bangsa, dan bahasa yang percaya kepada-Nya. Rasul Petrus menegaskan hal ini dalam 1 Petrus 2:9:
Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri."
2. Ajaran Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II, dalam Lumen Gentium (No. 9-17), menegaskan bahwa Gereja adalah Umat Allah, yang dipanggil dari segala bangsa untuk membentuk satu tubuh dalam Kristus. Dalam bagian ini, ditegaskan bahwa semua umat beriman, baik imam, biarawan, maupun awam, memiliki rnartabat dan peran yang sama di hadapan Allah, meskipun menjalankan fungsi yang berbeda.
Gereja sebagai Umat Allah mengandung tiga unsur penting:
- Panggilan universal akan keselamatan
- Kesatuan dalam iman dan Sakramen
- Partisipasi aktif dalam misi keselamatan Allah
B. Gereja sebagai Persekutuan: Tubuh Kristus yang Hidup
1. Makna Persekutuan dalam Gereja
Persekutuan dalam ajaran Katolik disebut dengan istilah "koinonia", yang berarti persekutuan kasih dalam Kristus. Gereja adalah persekutuan umat berirnan yang dihidupi oleh Roh Kudus, dipersatukan dalam Sakramen, terutama Ekaristi, dan diarahkan kepada persatuan dengan Allah.
Persekutuan ini bersifat:
- Vertikal, yaitu hubungan pribadi dan komunitas dengan Allah.
- Horizontal, yaitu relasi antara sesama umat beriman.
2. Gereja sebagai Tubuh Kristus
Paulus menggambarkan Gereja sebagai Tubuh Kristus (lih. 1 Kor 12:12-27). Setiap anggota memiliki karunia dan peran masing-masing, namun semuanya saling melengkapi. Tidak ada anggota yang lebih penting dari yang lain; semuanya penting dan berharga.
Pemahaman ini menekankan kesetaraan dalarn keberagaman, serta sernangat solidaritas dan saling melayani sebagai ciri khas Gereja.
1. Gereja yang Inklusif dan Misioner
Gereja sebagai Umat Allah tidak hanya memelihara diri, tetapi memiliki misi keluar, untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa. Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus meenekankan bahwa Gereja dipanggil menjadi "Gereja yang keluar" (Iglesia en salida), yang tidak takut untuk hadir di tengah kehidupan masyarakat, bahkan di tempat-tempat yang sulit dan marginal.
Persekutuan Gereja harus terbuka bagi orang miskin dan tersingkir, orang berdosa dan mereka yang jauh dari Gereja, serta penganut agama lain dan yang belum mengenal Kristus. Gereja tidak boleh menjadi klub eksklusif orang suci, tetapi harus menjadi "rumah bagi semua orang'', tempat penyembuhan dan pengharapan.
2. Dialog dan Kerjasama Antaragama
Dalam Nostra Aetate, Konsili Vatikan II membuka jalan bagi dialog antaragarna, terutama dengan umat Yahudi, Islam, dan agama-agama lain. Gereja mengakui adanya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dalam agama-agama lain, dan menghormati rnereka sebagai sesama pencari kebenaran. Persekutuan terbuka berarti rnembangun jembatan bukan tembok. Gereja berperan aktif dalarn
memperjuangkan perdamaian. keadilan. dan solidaritas lintas irnan.
D. Tantangan dan Aplikasi dalam Kehidupan Nyata
1. Tantangan dalam Hidup Menggereja
Meskipun ajaran Gereja jelas tentang panggilan untuk bersatu dan terbuka, dalam kenyataannya masih banyak tantangan yang dihadapi:
- Eksklusivisme umat, yang hanya aktif di dalam komunitas kecilnya tanpa keterbukaan terhadap yang lain.
- Diskriminasi dalam Gereja, seperti perbedaan perlakuan terhadap orang miskin, kelompok minoritas, atau umat dengan latar belakang berbeda.
- Kurangnya partisipasi umat awam, padahal mereka adalah bagian penting dari Umat Allah.
2. Aplikasi Nyata: Gereja di Tengah Masyarakat
Untuk mewujudkan Gereja sebagai Umat Allah dan persekutuan terbuka, dibutuhkan komitmen konkret dari seluruh umat:- Membangun Komunitas Basis Gerejani (KBG) atau lingkungan yang benar-benar saling mendukung.
- Pelayanan kepada yang miskin, sakit, terpinggirkan, sebagai bentuk nyata kasih Kristus.
- Keterlibatan aktif dalam kehidupan sosial politik, untuk menjadi garam dan terang dunia.
- Pendidikan irnan yang inklusif, yang menekankan bahwa semua orang adalah anak-anak Allah.
3. Peran Pembina Umat dan Guru Agama
Para pembina umat dan guru agama Katolik memiliki peran strategis dalam menanamkan semangat Gereja sebagai Umat Allah. Mereka adalah garda terdepan dalam membentuk iman umat melalui:
- Katekese yang mendalam dan kontekstual
- Teladan hidup sebagai pribadi yang terbuka dan peduli
- Pengernbangan komunitas yang bersifat partisipatif dan dialogis
E. Gereja dan Masa Depan: Harapan Menuju Persatuan
Gereja sebagai Umat Allah yang terbuka adalah visi yang terus diperjuangkan. Harapan rnasa depan Gereja adalah semakin inklusif, misioner, dan relevan dengan zaman, tanpa kehilangan jati dirinya sebagai pewarta keselamatan dalam Kristus.
Paus Fransiskus mendorong sinodalitas yakni berjalan bersama dalam mendengarkan, berdialog, dan mengambil keputusan bersama sebagai tanda persekutuan hidup umat Allah. Gereja masa depan harus:
- Bersatu dalam keragaman
- Terbuka bagi perubahan yang dibimbing Roh Kudus
- Setia pada Injil namun kreatif dalam pewartaan
Penutup
Gereja sebagai Umat Allah dan persekutuan terbuka bukanlah sekadar gagasan ideal, tetapi realitas yang harus terus dihidupi dan diperjuangkan. Gereja dipanggil untuk menjadi tempat di mana kasih Allah diwartakan dan dihidupi, di mana semua orang merasa diterima, disapa, dan diberi harapan.
Dalam dunia yang penuh dengan polarisasi, individualisme, dan ketidakpedulian, Gereja harus menjadi saksi kasih Kristus yang hidup, yang menyatukan dan menyembuhkan. Setiap umat Katolik, dari hirarki sampai umat awam, dipanggil untuk menjadi bagian dari persekutuan yang kudus ini, dan menjadikan hidup rnereka sebagai wujud nyata kasih Allah di tengah dunia.
Posting Komentar untuk "Gereja sebagai Umat Allah dan Persekutuan Terbuka dalam Konteks Ajaran Katolik"